Ustadz, saya ingin bertanya. Saya adalah seorang mahasiswa dan saya belum lama mengenal sunnah. Dulunya saya sering tidak jujur atau menyontek pada saat mengerjakan tugas. Apabila saya telah lulus dan mendapatkan pekerjaan karena ijazah saya ini apakah pekerjaan yang saya lakukan termasuk dalam kategori halal atau haram? Karena saya takut apabila uang yang saya dapatkan tidak berkah atau haram.
جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم
➖➖➖➖➖
Jawaban:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
بسم الله
Menyontek atau semua kecurangan dalam ujian termasuk dosa besar. Karena perbuatan semacam ini termasuk penipuan (al-Ghisy). Dalam hadits dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa yang menipu kami (umat Islam), maka dia bukan bagian dari kami”. (HR. Muslim No. 101 dan yang lainnya)
Dalam hadits ini, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyatakan sikap tabriah (berlepas diri) terhadap perbuatan menipu. Yang ini menunjukkan bahwa tindakan menipu termasuk dosa besar.
Mengingat kecurangan dalam ujian termasuk dosa besar, kewajiban yang harus dilakukan para pelaku kecurangan adalah bertaubat kepada Allah. Memohon ampun dan betul-betul menyesali perbuatannya. Dia merasa sedih atas tindakan pelanggaran yang dilakukannya sehingga dia malu untuk menunjukkan hasil nilainya. Meskipun nilai dalam ijazahnya sangat bagus, sepeser pun dia tidak merasa bangga karena itu bukan murni hasil karyanya.
Status ijazah dan pekerjaan, maka dalam hal ini ada beberapa pendapat dari para ulama. Akan tetapi, pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah dibedakan antara menipu dalam ujian dengan pekerjaan yang diperoleh dengan ijazahnya. Menipu dalam ujian merupakan perbuatan dosa dan maksiat yang wajib ditaubati. Sementara pekerjaan yang diperoleh dengan ijazahnya kembali kepada keahlian dan amanahnya dalam bekerja.
"Ijazah dari guru bukanlah syarat bolehnya membacakan buku atau menyampaikan kajian. Siapa yang merasa dirinya memiliki kemampuan menyampaikan ilmu, dia boleh menyampaikan kajian meskipun tidak ada seorang pun yang memberikan ijazah kepadanya. Inilah yang dipahami para ulama salaf masa silam dan generasi orang shalih. Ini berlaku untuk semua kajian dan memberikan fatwa. Tidak seperti yang disangka oleh orang bodoh yang berkeyakinan bahwa itu adalah syarat". (Al-Itqan fi Ulum Al-Quran [1/355])
Barangkali keterangan as-Suyuthi inilah yang menjadi dasar para ulama dalam membedakan antara menipu ketika ujian dan pekerjaan yang diperoleh dengan ijazah ujian itu.