Izin bertanya, Ustadz. Jika sekali-kali saat saya menjadi imam dan setelah selesai shalat apakah boleh memimpin dzikir yang sesuai tuntunan Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- sampai doa bersama karena saya sering diminta menjadi imam saat sholat di musala dekat rumah saya.
Mohon sekiranya ada pencerahan karena di lingkungan saya masih sangat kental ritual setelah sholat dan sering jadi perhatian saat saya hanya berbalik setelah membaca "Allahumma antassalam" sambil dzikir sendiri.
جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم
➖➖➖➖➖
Jawaban:
وعليكم السلام ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد
Berdoa bersama kalau yang dimaksud adalah satu orang berdoafu sedangkan yang lain mengamini, maka ini ada 2 keadaan.
1. Hal tersebut dilakukan pada amalan yang memang disyariatkan doa bersama, maka doa bersama dalam keadaan seperti ini disyariatkan seperti dalam shalat al-Istisqa’ (minta hujan) dan Qunut.
2. Hal tersebut dilakukan pada amalan yang tidak ada dalilnya untuk dilakukan doa bersama di dalamnya, seperti berdoa bersama setelah shalat Fardhu, setelah majelis ilmu, setelah membaca al-Quran, dll. Maka ini boleh jika dilakukan kadang-kadang dan tanpa kesengajaan, namun kalau dilakukan terus-menerus akan menjadi bid’ah.
Imam Ahmad bin Hambal -rahimahullah- pernah ditanya,
يكره أن يجتمع القوم يدعون الله سبحانه وتعالى ويرفعون أيديهم؟
“Apakah diperbolehkan sekelompok orang berkumpul, berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan mengangkat tangan?”.
Maka beliau -rahimahullah- mengatakan,
ما أكرهه للإخوان إذا لم يجتمعوا على عمد، إلا أن يكثروا
“Aku tidak melarangnya jika mereka tidak berkumpul dengan sengaja, kecuali kalau terlalu sering”.
(Diriwayatkan oleh al-Marwazi dalam Masa'il Imam Ahmad bin Hambal wa Ishaq bin Rahuyah [9/4879])
Al-Marwazi berkata,
وإنما معنى أن لا يكثروا: يقول: أن لا يتخذونها عادة حتى يعرفوا به
“Dan makna 'jangan terlalu sering' adalah jangan menjadikannya sebagai kebiasaan sehingga dikenal oleh manusia dengan amalan tersebut”. (Masa'il Imam Ahmad bin Hambal wa Ishaq bin Rahuyah [9/4879])
Adapun dzikir bersama, dipimpin oleh seseorang kemudian yang lain mengikuti secara bersama-sama, maka ini termasuk bid’ah, tidak ada dalilnya dan tidak diamalkan para salaf. Bahkan, mereka mengingkari dzikir dengan cara seperti ini sebagaimana dalam kisah Abdullah bin Mas’ud ketika beliau mendatangi sekelompok orang di masjid yang sedang berdzikir secara berjamaah, maka beliau mengatakan:
“Apa yang kalian lakukan?! Celaka kalian wahai umat Muhammad, betapa cepatnya kebinasaan kalian. Para sahabat nabi kalian masih banyak dan pakaian beliau ini juga belum rusak, perkakas beliau juga belum pecah. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangannya, kalian ini berada dia atas agama yang lebih baik dari agama Muhammad atau kalian sedang membuka pintu kesesatan?".
(Diriwayatkan oleh ad-Darimi dalam Sunannya No. 204 dan dishahihkan sanadnya oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah [5/12])
Asy-Syathibi -rahimahullah- berkata,
فإذا ندب الشرع مثلا إلى ذكر الله فالتزم قوم الاجتماع عليه على لسان واحد وبصوت أو في وقت معلوم مخصوص عن سائر الأوقات ـ لم يكن في ندب الشرع ما يدل على هذا التخصيص الملتزم بل فيه ما يدل على خلافه لأن التزام الأمور غير اللازمة شرعا شأنها أن تفهم التشريع وخصوصا مع من يقتدى به في مجامع الناس كالمساجد
“Jika syariat telah menganjurkan untuk dzikrullah misalnya, kemudian sekelompok orang membiasakan diri mereka berkumpul untuknya (dzikrullah) dengan satu lisan dan satu suara atau pada waktu tertentu yang khusus, maka tidak ada dalam anjuran syariat yang menunjukkan pengkhususan ini.
Justru di dalamnya ada hal yang menyelisihinya karena membiasakan perkara yang tidak lazim secara syariat akan dipahami bahwa itu adalah syariat, khususnya kalau dihadiri oleh orang yang dijadikan teladan di tempat-tempat berkumpulnya manusia seperti masjid-masjid”. (Al-I’tisham [2/190])